Habis gelap terbitlah terang, ungkapan yang sering dikaitkan dengan sosok perempuan asal jawa juga seorang pahlawan penggerak emansipasi  perempuan. Perempuan yang bercita-cita membangun negeri dengan cara memperjuangkan  hak memperoleh pendidikan yang sama antara kaum perempuan dan laki-laki.  Hingga saat ini masih terkenang jasanya dan sering diperingati hari kelahirannya sebagai hari kemerdakaan kaum perempuan di Indonesia. Hari Kartini, hari kelahiran Raden Ajeng Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April dan menjadi hari yang sakral bagi seluruh perempuan nusantara.

Hari dimana hampir setiap lembaga pemerintah dan pendidikan berlomba-lomba memperingatinya dengan berbagai kegiatan. Semua perempuan dibuat sibuk mempercantik diri untuk menjuarai lomba busana, berlatih upacara, atau bekerja menggantikan posisi pria untuk satu hari itu. Sebagai bukti banyaknya perempuan yang dapat bersekolah tinggi dan pergi bekerja. Dengan begitu apakah cita-cita Raden Ajeng Kartini telah terwujud?

Perempuan kini telah mendapat hak yang sama dalam memperoleh pendidikan juga pekerjaan, tapi belum untuk terbangunya negeri ini. Negeri Indonesia masih perlu berbenah dalam segala aspek. Dapat dibenarkan langkah awal Kartini untuk membangun negeri adalah dengan memusatkan perhatian terhadap kaum perempuan karena perempuan adalah tiang negara. Perempuan berkontribusi penuh dalam terwujudnya sebuah negara yang kokoh karena kaum perempuanlah yang melahirkan penerus bangsa, generasi yang dapat terus membangun negerinya.

Menghadapi kondisi masa kini, dimana anak-anak negeri mudah terbawa  dengan isu-isu yang tidak jelas, menganut budaya barat, dan cenderung meremehkan negerinya sendiri. Negara semakin rapuh oleh miskinnya rasa nasionalisme anak-anak muda. Kondisi kritis inilah yang membutuhkan kehadiran Kartini baru dalam era yang sering disebut millenial ini. Kartini yang tidak lagi menuntut emansipasi. Sosok yang mampu meraih pendidikan tinggi bukan untuk memperkaya diri sendiri.

Lantas seperti apakah Kartini masa kini?Sosok yang dapat memperbaiki keadan yang cukup mengkhawatirkan ini?Tentu saja seorang Ibu.  Tanggung jawab seorang ibu di tengah keluarga bukanlah perkara mudah. Seorang Ibu, perempuan yang telah mengandung, menyusui, dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Belum lagi mengatur keuangan rumah tangga dan suami, tidak boleh abai dalam hal mendasar ini karena akan mempengaruhi kokohnya bahtera rumah tangga serta psikis anak-anak mereka. Di sinilah peran perempuan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kemajuan sebuah negara, peran perempuan dalam mengatur rumah tangga dan mendidik anak di rumah. Bukankah tidak ada madrasah terbaik selain madrasah seorang Ibu?

Ibu yang rela bersusah payah menuntut ilmu setinggi-tingginya baik formal maupun non-formal bukan untuk tujuan materi, melainkan dengan ikhlas menyadari bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar dalam hidupnya, yaitu menjadi seorang anak, istri, dan ibu yang dapat mendidik anak sebaik-baiknya. Mendidik dengan penuh kasih sayang, memberikan pemahaman hidup yang baik, serta mengajarkan moral adalah Kartini yang diidam-idamkan Negara saat ini. Sosok perempuan seperti inilah yang mampu bersama-sama berkontribusi mewujudkan cita-cita Raden Ajeng Kartini dalam membangun bangsa, mencetak generasi-generasi yang berkarakter kuat hasil didikan seorang ibu di rumah. Karena bagaimanapun, pendidikan terbaik anak bangsa itu adalah pendidikan di rumahnya, dari seorang perempuan yang dipangggilnya Ibu.


Menjadi Ibu adalah kebahagiaan terbesar bagi seorang perempuan, dan menjadi Ibu yang melahirkan anak-anak ‘emas’ merupakan anugerah yang sangat berharga. Seperti kutipan surat Kartini berikut “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama” (Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan Nyonya, 4 Oktober 1902). bahwa emansipasi adalah bukan semata-mata karena ingin menyaingi pria tetapi untuk membangun bangsa dan Negara.